Hari Rabu 14 Agustus adalah hari kelam dalam sejarah Mesir. Ketika
darah tertumpah, bukan saja menandakan kekalapan, tapi juga
memperingatkan bahwa Mesir berada di ujung jurang kehancuran. Tidak
diketahui seberapa dalam jurang, tapi yang pasti kita sedang merangkak
menuju alam ketidak-pastian.
Ketika darah sudah tertumpah, para
penyeru dakwah setan telah mencapai keinginannya. Orang yang membubarkan
demonstran dengan kendaraan lapis baja, senjata mesin, sniper dan
lainnya adalah mereka yang mengatakan bahwa haram menumpahkan darah
rakyat Mesir. Tapi mereka mengecualikan darah orang-orang Mesir ini,
darah mereka sudah kotor dan najis sehingga tidak perlu dihormati dan
dilindungi lagi.
Pembantaian ini juga membuktikan bahwa para
demonstran tidak menyimpan senjata, seperti digembor-gemborkan media
bahwa mereka memiki senjata dari Libya, senjata kimia dan sebagainya.
Kita hanya melihat mereka menghadapi serangan dengan lemparan batu dan
pecahan bata. Tak jarang mereka hadapi dengan teriakan doa kepada Allah
“Hasbunallah Wani’mal Wakil”.
Dewan kabinet mengungkapkan
kepuasannya terhadap kinerja depdagri dalam membubarkan demonstran. Ini
membuktikan bahwa seluruh kabinet terlibat dalam kejahatan ini.
Keterangan
depdagri yang hanya menyebutkan korban dari pihaknya, tidak hanya nihil
keterbukaan, tapi juga bertentangan dengan HAM.
Di manakah dunia
internasional dan medianya? Mereka bergerak cepat dan mengutuk ketika
ada lima orang meninggal di Bundaran Taqsim Turki kemarin, ketika ada
tujuh orang tewas di Iran setelah pemilu 2005. Tapi mereka diam seribu
bahasa ketika ribuan orang menjadi korban pembantaian di Rab’ah Adawiyah
dan Nahdhah.
Sumber: http://www.dakwatuna.com/2013/08/16/38019/fahmi-huwaidi-mesir-di-ujung-kehancuran/#ixzz2c8ZGzBoa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar