Satu minggu telah berjalan sejak berlakunya Undang-Undang Darurat di
Mesir, sejumlah harga kebutuhan pokok melonjak. Ribuan Warga Negara
Indonesia (WNI) yang berprofesi sebagai pelajar mulai merasakan
dampaknya.
Henda, salah seorang mahasiswa Al-Azhar, Kairo bersama
istrinya mulai terusik, dirinya seolah seperti berada dalam suasana
penjara yang luas. Situasi aman tapi tak bisa bebas bepergian ke
mana-mana. Jika malam menjelang, panser sudah mulai memadati jalan-jalan
protokol. Ini yang membuatnya tak nyaman. Jika beberapa bulan yang lalu
ramai mahasiswa lalu lalang ke tempat studi, kali ini sunyi senyap.
Semua memilih berdiam diri di rumah.
“Yang paling kentara itu
harga sembako. Beras rata-rata naik 7 Pound setiap 5 kg, telur naik 6
Pound setiap satu krat isi 30 butir, dan harga buah-buahan naik
signifikan,” ujar Henda.
Kenaikan harga barang terbilang wajar,
karena berlakunya jam malam sejak pukul 19.00 hingga 06.00 waktu
setempat, praktis di waktu ini aktivitas perekonomian terhenti.
Kendaraan pengangkut hasil pertanian dari desa-desa ke pusat kota jika
malam hari tidak bisa dilakukan, menyebabkan biaya transportasi
meningkat sehingga berpengaruh pada kenaikan harga.
Tim Aksi Cepat
Tanggap (ACT) SOS – Egypt mengunjungi sejumlah pusat perbelanjaan
kebutuhan pokok di sekitar Sapta, Nasr City. Sejumlah harga barang naik
dan persediaannya pun terbatas. Pembelian dalam jumlah besar mereka baru
bisa dipenuhi 2-3 hari.
Kondisi masih tak menentu selama sebulan
ke depan, jika terjadi kemungkinan terburuk. ACT dan Persatuan Pelajar
Mesir Indonesia (PPMI) menjalin kerjasama dengan mendirikan posko
kemanusiaan bersama dipusatkan di Nasr City, Kairo. (Sutaryo, Relawan ACT)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar