Melalui sambungan telepon dengan stasiun televisi NEWS, Uskup
Makarius di propinsi Almenya menyatakan kecurigaannya tentang aksi
perusakan gereja di tempatnya.
Beberapa kecurigaan itu misalnya,
waktu perusakan dimulai bersamaan dengan aksi pembubaran paksa
demonstran di Rab’ah dan Nahdhah, yaitu Rabu pagi. Sehingga mengesankan
bahwa perusakan itu sudah direncanakan berhubungan dengan pembubaran
paksa para demonstran.
Selain itu, tidak ada pihak kepolisian yang
mengamankan lokas-lokasi tersebut. Ketika terjadi perusakan, pihak
gereja telah menghubungi kepolisian untuk mengamankan. namun
disayangkan, kepolisian meminta maaf tidak bersedia datang memenuhi
permintaan tolong tersebut.
Beberapa hari setelah kejadian, pihak
gereja mengajukan protes kepada depdagri dan perdana menteri.
Pihak-pihak tersebut memohon maaf, dan berjanji akan memperkuat
pengamanan. Namun hingga saat ini janji tersebut tidak ada kenyataannya.
Ada
hal lain yang menambah kecurigaan, yaitu adanya kesamaan cara, metode
dan alat perusak yang digunakan dalam setiap gereja. Padahal letak
gereja-gereja tersebut berjauhan dan kejadian berlangsung pada waktu
yang hampir bersamaan.
Keganjilan-keganjilan ini memperkuat dugaan
adanya upaya-upaya yang sengaja dilakukan pihak-pihak tertentu yang
bertujuan menyudutkan pendukung Mursi. Sehingga tepatlah kalau mereka
dicap sebagai teroris dan layak dibantai.
Dipilihnya propinsi
Almenya, karena memang di sana sering terjadi kasus SARA yang kadang
menjadi penyebab jatuhnya banyak korban jiwa.
Di propinsi Almenya, terjadi aksi perusakan beberapa gereja. Di antaranya ada yang rusak total, dan sebagian rusak terbatas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar