Jangan terpedaya dengan agama resmi sebuah negara. Tidak perlu peduli
dengan bahasa resmi yang digunakan oleh sebuah pemerintah atau jargon
dan statemen-statemen. Tapi bertanyalah tentang prinsip dan nilai
kemanusiaan yang mengendalikan sebuah pemerintahan dan sistem
politiknya. Amati lah sikap-sikapnya terhadap segala peristiwa yang
dilalui oleh negeri-negeri muslim.
Selama beberapa hari ini,
bangsa Mesir mengalami aksi pembantaian dan pembunuhan di tangan
kelompok kudeta. Terjadi perang terhadap kelompok sipil yang menggugah
nurani manusia di seluruh dunia. Peristiwa di Mesir telah memancing
hampir seluruh pemerintah untuk mengambil sikap. Entah membela
konstitusi dan kemanusiaan serta demokrasi atau membela aksi pembunuhan
pertumpahan darah dan perampasan terhadap pemerintahan yang sah secara
paksa.
Sikap warga dunia terhadap peristiwa yang terjadi di Mesir
berbeda-beda sesuai dengan pemikiran dan prinsipnya masing-masing yang
menentukan sikap politiknya atau bahkan kecenderungan kejiwaan dan
warisan budaya serta kepentingan mereka.
Dukungan terhadap
kelompok kudeta atau menolaknya tidak lagi ditentukan oleh agama atau
bahasa. Bisa jadi anda mendapatkan warga Arab membela kudeta tapi bisa
jadi anda juga menemukan warga Perancis yang membela dan mendukung
konstitusi. Dan bisa jadi anda juga menemukan kelompok Kristen yang
menentang kudeta tapi juga anda bisa menemukan seorang Muslim yang mati
membela kudeta militer di Mesir.
Apa yang terjadi di Mesir bisa
jadi layak disebut sebagai sebuah skandal atau bahkan apa yang terjadi
di Mesir menjadi pengungkap tentang kejiwaan manusia dan rezim-rezim
penguasa, peristiwa itu telah menyaring manusia dan penguasa ke mana
lagi loyalitas dan keberpihakan mereka.
Peristiwa di Mesir saat
ini tidak memberikan kesempatan bagi seorang pun bersikap tidak jelas.
Dia dia harus menentukan sikapnya membela konstitusi dan demokrasi atau
membela kudeta. Membela kekerasan atau membela kepentingan mereka yang
memiliki kekuatan dan kekuasaan. Membela rezim Mubarak atau membela
revolusi Mesir. Peristiwa di Mesir telah mengharuskan rezim Saudi
menentukan sikapnya membenci demokrasi secara umum dan mengumumkan
keberpihakannya terhadap pemerintahan “personal mutlak” (system
kerajaan). Saya tidak ingin menyatakan rezim Saudi yang membenci gerakan
Ikhwanul Muslimin atau setuju atau berbeda dengan gerakan ini baik
dalam masalah politik ataupun keamanan. Sikap rezim Saudi yang menentang
konstitusi di Mesir didasarkan sistem pemerintahan Saudi sendiri dan
cara diktator yang diterapkannya.
Karena itu demokrasi yang
dipegang oleh pemerintah Venezuela misalnya menjadi penyebab pemerintah
ini melawan kudeta militer di Mesir dan membela konstitusi yang ada di
negeri ini. Perhatikan bagaimana sistem pemerintahan Saudi yang
menggunakan bahasa resminya Arab dan mengibarkan bendera Islam,
menganjurkan shalat lima waktu sehari semalam. Sementara pemerintah
Venezuela tidak mengerti bahasa Arab dan tidak mengerti tentang kiblat
secara geografis serta tidak meyakini kebenaran Islam sebagai agama
untuk negara ini tapi mereka membela konstitusi serta menentang kudeta
militer di Mesir.
Sumber: http://www.dakwatuna.com/2013/08/21/38304/prinsip-venezuela-dan-saudi/#ixzz2cZvJYlQD
Tidak ada komentar:
Posting Komentar