Dalam artikelnya di harian shorouk edisi Kamis (5/9/2013), Fahmi
Huwaidi menuliskan keheranannya dengan cepatnya keberhasilan kepolisian
menangkap tokoh-tokoh Ikhwan. Sedangkan di waktu yang sama, mereka
selalu gagal menangkap preman-preman yang terlibat dalam pembakaran
kantor-kantor polisi dan beberapa gereja.
Beliau tidak memiliki jawaban atas keheranan ini. Hanya saja ada dua
kemungkinan; pertama karena memang faktanya demikian, dan kedua karena
ada niat buruk dari kepolisian dalam masalah ini.
Menurutnya, kalau ini memang fakta, maka menangkap orang-orang yang
tak berdosa memang sangat mudah. Mereka orang-orang yang tidak mempunyai
niat jahat, apalagi melakukannya. Sehingga identitas, tempat tinggal,
tempat kerja, kerabat, dan rekan mereka jelas. Sangat mudah menangkap
orang seperti ini. Sedangkan mengejar preman dan orang-orang kriminalis
bisa dikatakan sulit. Karena mereka selalu berusaha lari dari kejaran
pihak yang berwajib dengan cara menghilangkan jejak.
Adapun kalau ada niat buruk dari kepolisian, maka mengulur waktu
dalam menangkap tersangka aksi perusakan adalah bertujuan agar
kepolisian bisa menuduh siapa saja sebagai pelakunya. Kesempatan terbuka
untuk menuduh siapa saja, termasuk memburukkan citra Ikhwan sebagai
orang jahat, dan menampilkan preman sebagai warga yang baik.
Tindakan seperti ini, lanjutnya, bisa berakibat kepolisian kehilangan
muka. Yaitu ketika nanti terbukti bahwa yang terlibat adalah
benar-benar preman yang saat ini disebut sebagai warga yang baik, bukan
Ikhwan yang saat ini dicap sebagai orang jahat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar