Seorang gadis menceritakan pengalamanannya melaksanakan shalat subuh
berjamaah bersama Presiden Mursi di sebuah masjid di Tajammu’ Khamis,
Kairo.
“Sepanjang bulan Juni yang lalu, aku selalu melaksanakan shalat subuh
bersama Presiden Mursi di sebuah masjid di Tajammu’ Khamis.
Biasanya, tempat jamaah ibu-ibu di masjid itu tidak dibuka pada waktu
shalat subuh. Maka aku shalat di bagian jamaah laki-laki paling
belakang. Aku ingin sekali melihat Presiden Mursi secara langsung. Aku
dengar beliau selalu melaksanakan shalat berjamaah di sini.
Di hari pertama, setelah shalat aku lihat Presiden Mursi duduk
setelah selesai shalat subuh. Aku perhatikan beliau berdzikir dan
membaca Al-Qur’an.
Tidak lama kemudian, datang seorang pengawal pribadi Presiden mendekatiku. Dia memulai perbincangan, “Assalamu ‘alaikum, Mbak.”
“Wa’alikumussalam.”
“Mbak duduk di sini, ada perlu?” dia mulai menyelidiku.
Aku menjawab, “Perlu? Apakah duduk di masjid dilarang?”
Dia merasa bersalah, kemudian berkata lagi, “Oh maaf, bukan maksudku
seperti itu. Tadi Presiden memerintahkanku untuk bertanya kepada Mbak.
Kalau-kalau Mbak ada perlu.”
Aku menjawab sekenanya, “Perlu, perlu apa?”
Dia menerangkan, “Iya, Presiden melihat Mbak duduk di sini. Dia ingin
tanya, apakah Mbak ada hal yang perlu dibicarakan dengan beliau. Kalau
ada, beliau mempersilahkan Mbak menemuinya.”
Aku menjawab, “Nggak. Nggak ada perlu apa-apa. Katakan pada presiden
aku memang ingin duduk di sini, untuk tilawah beberapa halaman saja.”
Perbincangan itu pun berakhir. Pengawal itu mengatakan, “Oke, kalau begitu.” Lalu dia pergi.
Setelah itu aku lihat, Presiden Mursi menengok kepadaku dan tersenyum
hormat. Aku pun membalas dengan senyum dan mengangkat tangan tanda
hormat. Lalu aku pergi meninggalkan masjid. Aku sungguh merindukan sosok
itu kembali di Mesir.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar