Dalam sambungan telepon dengan acara
“Selamat Pagi Mesir” televisi pemerintah, Yahya Musa mengatakan,
“Saya saksi mata pada kejadian ini. Saya berada
bersama tim medis departemen kesehatan di tempat tersebut. Saya akan bersaksi
demi Allah dan demi sejarah. Peristiwa yang baru saja saya saksikan adalah
pembantaian. Benar-benar pembantaian, tidak ada kata yang tepat selain itu
pembantaian. Militer dan kepolisian telah membantai para pendemo damai. Para
pendemo tidak memiliki apapun untuk membela diri. Mereka telah dibantai dengan
darah dingin, setelah mereka kesulitan bernafas karena gas air mata. Ini yang
saya saksikan beserta semua tim medis dan puluhan ribu orang yang saat itu berada
di sana.”
Yahya Musa adalah juru bicara resmi
departemen kesehatan. Ketika kesaksian di atas disebutkan, penyiar televisi pun
tergagap-gagap, tidak tahu apa yang harus dikatakannya. Tiba-tiba sambungan
telepon “terputus”.
Mengetahui kejadian ini, saya
sungguh heran bercampur kagum. Sungguh berani juru bicara ini. saya berusaha
mencari orang tersebut untuk mendapatkan informasi lebih banyak lagi berkaitan
dengan kesaksiannya. Dengan bantuan para dokter lapangan di Rab’a Adawiyah dan
persatuan dokter akhirnya saya bisa menemuinya.
Saya menemukannya di rumah sakit.
Yahya Musa sudah tergeletak tak berdaya. Telah bersarang tiga butir peluru di
badannya. Dua peluru di kakinya; dan satu peluru lainnya membuat jari tangannya
harus diamputasi.
Saya menanyakan tentang kesaksiannya
di televisi melalui sambungan telepon yang kemudian diputus. Dia menjawab,
tidak satu kali diputus. Dia juga menelepon televisi yang lain, juga berakhir
dengan pemutusan.
Tapi yang lebih mengherankan, karena
kesaksian itu pejabat di departemen kesehatan memecat nya dari jabatannya
sebagai juru bicara. Bahkan mereka menuduhnya telah mengaku-aku sebagai juru
bicara.
Dia berani membuktikan bahwa dirinya
telah bergabung dengan kantor departemen kesehatan sejak bulan November 2012,
dan diangkat menjadi juru bicara resmi pada bulan Februari 2013. Dia sudah
turut dalam pertemuan-pertemuan resmi di kantor, pertemuan kabinet, bahkan
dengan presiden.
Oleh karena itu, dia bertekad akan
terus memberikan kesaksian, dan membongkar kejahatan yang dilakukan departemen
pasca kudeta. Misalnya tentang manipulasi angka korban. Pada pembantaian 5 Juli
lalu, departemen kesehatan mengumumkan bahwa korban jiwa yang jatuh tidak lebih
dari 10 orang, padahal kenyataannya 35 orang meninggal dunia.
Sumber: http://www.dakwatuna.com/2013/07/18/36920/ahmad-mansur-ketika-juru-bicara-pun-di-kudeta/#ixzz2ZqCD51OU
Tidak ada komentar:
Posting Komentar